Migrasi Penduduk

Purna-Pekerja Migran Indonesia (PMI): Peranan dan Kontribusi dalam Pengembangan Pariwisata di Daerah Asal9 min read

July 26, 2023 7 min read

author:

Purna-Pekerja Migran Indonesia (PMI): Peranan dan Kontribusi dalam Pengembangan Pariwisata di Daerah Asal9 min read

Reading Time: 7 minutes

Indonesia sudah cukup di kenal utamanya diantara negara-negara di Asia, sebagai negeri pengirim Pekerja Migran Indonesia-PMI. Banyaknya PMI yang bekerja di luar negeri utamanya dipengaruhi oleh kurangnya kesempatan kerja dan rendahnya tingkat upah di daerah asal (push factors), serta tingginya tingkat upah di negara tujuan migran (pull factor) (Raharto dan Noveria, 2013; The World Bank, 2017). Remitansi dari pekerja migran ini mendukung kehidupan ekonomi keluarga yang ditinggalkan dan dapat berkontribusi pada utamanya perekonomian daerah asal PMI. 

Umumnya remitansi yang dikirim PMI ke daerah asalnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan konsumtif lainnya, untuk renovasi rumah serta membayar hutang. Selain dari itu juga digunakan untuk membiayai pendidikan anak-anak yang ditinggalkan (Mustapita dan Rizal, 2017). Ada keluarga yang menggunakan uang remitansi untuk mengembangkan usaha ekonomi produktif skala kecil dan membeli tanah, yang dapat menjadi investasi, tetapi proporsinya sangat kecil. Sebagian besar menggunakannya untuk kebutuhan hidup sehari-hari, utamanya pemenuhan kebutuhan pangan (Romdiati, 2012). Rendahnya pemanfaatan remitansi untuk usaha produktif dan investasi yang berkelanjutan (seperti lahan pertanian yang dapat diolah dan menghasilkan), menjadi salah satu sebab PMI kembali lagi bekerja di luar negeri, memperpanjang kontrak kerja setelah satu periode kontrak berakhir. Keberadaan PMI bekerja di luar negeri ini bisa, pulang pergi berkali-kali dan mencapai periode puluhan tahun.

Bekerja di luar negeri untuk PMI ternyata tidak saja memberikan penghasilan yang jauh lebih besar (Wahyudi dkk, 2022), tetapi juga dapat menambah pengalaman dan pengetahuan serta membuka wawasan diantara purna PMI, sebagai modal mengembangkan usaha-usaha di daerah asal mereka untuk kehidupan yang lebih layak (Wawancara di Desa Nglangeran).. Tulisan ini membahas tentang peranan Purna PMI dan kontribusinya dalam pengembangan desa wisata di daerah asalnya. Data berasal dari penelitian kualitatif di Desa Wisata Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dilakukan pada tahun 2021 dan 2022. 

Desa Nglanggeran dan perkembangannya sebagai Desa Wisata

Saat ini Desa Nglanggeran dikenal sebagai salah satu Desa Wisata terbaik di Indonesia yang sudah beberapa kali memenangkan penghargaan nasional dan internasional, diantaranya Juara II Tingkat Nasional Penghargaan Desa Wisata tahun 2013. Desa Wisata Terbaik ASEAN pada tahun 2017 dan Best Tourism Village 2021 dari Organisasi Pariwisata Dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO). Awalnya Desa Nglaggeran merupakan salah satu desa di Kabupaten Gunung Kidul, yang merupakan desa miskin, dengan kondisi tanah kering dan tandus, yang tidak mendukung untuk pertanian produktif, sebagai mata pencaharian. Karenanya banyak penduduknya yang bermigrasi keluar daerah maupun menjadi pekerja migran yang bekerja di luar negeri, untuk mendukung kehidupan ekonomi keluarga.

Cikal bakal Desa Wisata Nglanggeran dimulai tahun 1999, oleh Karang Taruna Bukit Putra Mandiri dengan mulai mengembankan Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba. Upaya pengembangan ini didasarkan pada rasa keprihatinan pemanfaatan alam gunung di Nglanggeran yang hanya dimanfaatkan secara langsung dengan diambil batunya dan pohon-pohon untuk dijual serta keprihatinan dengan tingginya tingkat migrasi keluar desa penduduk usia muda. Mencermati potensi sumberdaya alam Gunung api Purba serta suasana desa yang dapat menjadi daya tarik pariwisata dengan memperhatikan unsur konservasi, pendidkan dan pemberdayaan masyarakat, masyarakat memulai upaya-upaya pengembangan pariwisata-Desa Wisata (Focus Group Discussion dengan Pengelola Desa Wisata). 

Semakin aktifnya pengembangan desa wisata ini, memerlukan wadah khusus untuk pengelolaannya sehingga dibentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) pada tahun 2008 yang melibatkan unsur pemerintah desa, tokoh masyarakat, serta kelompok-kelompok masyarakat yang mendukung aktifitas di desa wisata (kelompok tani, kelompok pedagang, kelompok Purna PMI dll). Bermodalkan semangat untuk maju masyarakat Desa Nglanggeran yang sangat kuat, didukung pemuda-pemuda yang sangat gigih berpartisipasi, serta dukungan dan perhatian dari pemerintah daerah, Desa wisata ini terus berkembang. 

Faktor pendorong penduduk meninggalkan desa

Kabupaten Gunung Kidul dulunya dikenal sebagai daerah miskin dengan kondisi tanah yang kering dan tandus. Kondisi ini menjadi salah satu faktor pendorong bagi penduduk di desa-desanya, diantaranya Desa Nglanggeran, untuk bermigrasi ke luar daerah bahkan keluar negeri untuk bekerja. Hampir setiap keluarga di desa ini memiliki anggota keluarga yang bekerja sebagai PMI di luar negeri, sehingga pernah diputuskan sebagai kampung TKI (Tenaga Kerja Indonesia), seperti beberapa pernyatan penjelasan beberapa informan:

Nglanggeran ini diputuskan sebagai kampung TKI, karena memang keluarga yang di Nglanggeran sampai 70% salah satu keluarganya pernah jadi TKI pada waktu itu. (Sumber: TRI. laki-laki, pernah bekerja di Korea)

MUR, laki-laki, pernah bekerja di Korea dan sekarang menjadi anggota Pokdarwis, juga menjelaskan: 

Kalau dulu itu seangkatan saya itu bisa ratusan orang, Bu, migran (utamanya) TKW ke Arab Saudi. Lah, sekarang itu paling enggak ada 15 orang dalam satu wilayah desa itu. Ada satu di Jepang (magang), satu di Korea…..

Bekerja di luar negeri memang bukan tidak bermasalah dan ada biaya psikis yang harus ditanggung seperti kerinduan pada keluarga di desa asal. Tetapi sulitnya mendapatkan pekerjaan di desa mendorong mereka untuk kembali bekerja ke luar negeri. Ini juga disampaikan oleh MUR:

Di sana itu, ya hampir saya merasakan bebas gitu, tapi tetap saja suasananya itu kangen di desa kelahiran. Pingin pulang. Walaupun ketika sampai di desa, ya bingung juga. Mau kerja ngapain? Kerja menghasilkan, maksudnya. Kalau kerja enggak menghasilkan, itu banyak.

Berkembangnya desa Nglanggeran menjadi Desa Wisata merupakan salah satu faktor yang dapat menahah penduduknya untuk bekerja sebagai PMI di luar negeri. Ini disebabkan kegiatan-kegiatan dalam desa wisata menciptakan lapangan kerja diluar sektor pertanian (yang terbatas karena kondisi alamnya), untk penduduk dengan berbagai keahlian dan modal (finansial dan sosial budaya) yang dimiliki. Seperti keterangan lanjutan dari MUR: 

….. migrannya itu sekarang minim, Bu. Jadi, setelah ada desa wisata itu akhirnya, kan tingkat ekspor urbannya (maksudnya tingkat migrasi keluar desa) itu, kan sedikit. Bukan hanya urban ke mana? Urban ke Indonesia maksudnya, tapi urban yang ke luar negeri itu sudah persentasenya turun banget.

Hasil non-tunai yang di dapat dari bekerja di luar negeri

Migrasi dapat diartikan sebagai investasi, utamanya untuk migrasi tenaga kerja karena dapat meningkatkan produktifitas tenaga kerja melalui analisis biaya dan hasil (cost and return) dari migrasi. Migrasi memerlukan biaya baik secara tunai-maupun non-tunai yang memberikan hasil secara tunai (pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan di daerah asal) atau maupun hasil non-tunai, seperti peningkatan keterampilan dan produktifitas yang di dapat dari pengalaman kerja sebagai pekerja migran (Sjastaad, 1962). 

Diantara Purna PMI di Desa Nglanggeran, hasil berupa pendapatan tunai memang merupakan tujuan utama mereka bekerja di luar negeri tetapi beberapa hasil non-tunai juga didapatkan, yang dapat menjadi ‘modal’ untuk berusaha ketika kembali ke daerah asalnya. Berapa pernyataan dari Purna-PMI berikut menjelaskan hasil non-tunai yang didapat dari bermigrsi, seperti dijelaskan SRI, TRI dan AGS: 

Ya, dapat disiplin. Kalau disiplin saya dapat. Semacam kita (harus) tepat waktu. Seperti gitu. Terus, saya tahu namanya kebersihan itu penting (SRI, perempuan, pernah bekerja di Taiwan sebagai perawat bayi)

Kalau saya itu sampai ada wartawan yang sampai mewawancarai seperti itu. Apa yang kamu dapatkan di Korea selain membawa uang, nggeh? Ya, itu tadi. Yang saya terapkan, ya ilmu tentang kedisiplinan, ilmu tentang pengelolaan sampah itu. (TRI, laki-laki, pernah bekerja di pabrik di Korea Selatan)

Terkait dengan pengelolaan daerah wisata (desa wisata) TRI menjelaskan bahwa dia mendapat pengetahuan penataan daerah wisata yang harus menjamin keamanan pengunjung di samping juga keindahannya, seperti dijelaskannya: 

….mecahin watu itu, kan sebenarnya secara eco-wisata enggak boleh. Tapi di Korea, kan saya melihat posisi jalur untuk keamanan pengunjung, kenyamanan memang batu2 itu diatur/ditata., watu-watu pinggir-pinggir jalan ditata buat jalan gitu (Jadi nggak nrabas sana bisa, nrabas sana bisa). Jadi kerusakan (daerah wisata) itu lebih parah dibandiingkan kalau nutuki watu dan diatur. 

AGS (laki-laki, pernah bekerja di Korea Selatan menambahkan: 

Kalau saya tuh melihatnya di sana tuh sebetulnya taman itu biasa, tapi ketika ditata itu sebetulnya daya tarik yang luar biasa. Kayak teh-tehan itu sebetulnya, kan kalau di sini disia-siakan. Saya itu ketika di sana itu cuma dipotong rapi, terus diatur yang warna hijau, terus warna putih itu saja sudah jadi daya tarik. Itu alasan saya ketika menanamkan di Embung itu. Enggak perlu pakai apa, tanaman yang aneh-aneh yang mahal. Apa yang ada di sekitar kita ditanam, terus itu dirawat saja. 

Kontribusi Purna-PMI dalam pengembangan Desa Wisata Nglanggeran 

Desa wisata Nglanggeran berkembang dengan didukung kelompok-kelompok masyarakat, diantaranya kelompok Purna-PMI yang saat ini anggotanya cukup banyak, mencapai 50 orang. Pembentukan kelompok Purna-PMI ini seperti dijelaskan TRI ketua kelompoknya, antara lain untuk menahah Purna-PMI tidak kembali menjadi PMI tetapi berusaha di desanya:

Kenapa tidak pulang membuat usaha, itu makanya saya membentuk kelompok itu lalu saya istilahnya ada instansi terkait, jadi banyak pendampingan ke temen-temen purna-TKI juga pelatihan baik manajemen keuangan, kewirausahaan, kuliner, bahkan sampai ke Bahasa Inggris untuk mendukung kegiatan pariwisata. 

Diantara Purna-PMI rata-rata mereka banyak yang berkegiatan langsung di sektor pariwisata, contohnya ada homestay, warung, kemudian kuliner atau oleh-oleh termasuk pengelola wisata (SUG, laki-laki, Pengelola Desa Wisata).

Dengan modal uang tunai dan non-tunai, PMI Purna ikut membangun pariwisata di Nglanggeran. Remitan tunai yang dibawa dan tabungan selama bekerja di luar negeri memungkinkan mereka untuk membangun homestay dan usaha-usaha kuliner yang mendukun kegiatan pariwisata seperti di jelaskan oleh SUG, MUR dan SUC (perempuan, pernah bekerja di Taiwan)

SUG: ….yang dulu pernah beraktivitas keluar negeri dan keluar daerah. Dan rata-rata mereka banyak yang berkegiatan langsung di sektor pariwisata, contohnya ada homestay, warung, kemudian kuliner atau oleh-oleh termasuk pengelola wisata.

MUR: Setelah adanya kegiatan desa wisata kami tidak kembali keluar negeri. Kemudian kaitannya dengan modal, yang jelas modal pribadi itu untuk membuat homestay dan lain sebagainya itu sebagian juga modal dari hasil (kerja) luar negeri.

SUC: ….waktu itu sebelum ada desa wisata ini pulang bawa uang taruh di bank diambilin terus gak ada usaha, habis keluar negeri lagi. Nah akhir tahun 2006 2007 saya berangkat ke Taiwan saya bisa mengumpulkan uang saya bisa membeli sedikit tanah, bisa membuat homestay dan kebetulan homestay saya dekat dengan pintu gerbang pariwisata. Saya bisa buka homestay dan bisa buka warung.

Hasil non-tunai sebagai PMI seperti pemahaman tentang disiplin, kebersihan dan penataan lingkungan juga mendukung kegiatan pariwisata karena memberi pelayanan kepada pengunjung desa wisata tentu diperlukan kedisplinan serta kebersihan seperti misalnya dalam pengelolaan homestay dan menjadi tour guide. Selain dari itu daya Tarik desa wisata tersebut juga tentunya dapat dipertahankan dengan penataan lingkungan yang indah dan menarik pengunjung. 

Penutup

Berkembangnya desa Nglanggeran menjadi Desa Wisata merupakan salah satu faktor yang dapat menahah penduduknya untuk bekerja sebagai PMI di luar negeri. Ini disebabkan kegiatan-kagiatan dalam desa wisata menciptakan lapangan kerja diluar sektor pertanian (yang terbatas karena kondis alamnya), untuk penduduk dengan berbagai keahlian dan modal (finansial dan sosial budaya) yang dimiliki. Purna PMI dapat memanfaatkan dan ada kesempatan untuk memanfaatkan remitan dan pengetahuan serta keterampilan yang di dapat selama bekerja di luar negeri sebagai ‘modal’ untuk partisipasi pada  kegiatan pariwisata di desanya sehingga tidak ‘terpaksa’ untuk bekeja kembali di luar negeri. 

Penulis: Aswatini – Pusat Riset Kependudukan-BRIN

Editor: Muamar

Referensi

Mustapita, A.F., dan Rizal, M. (2017). “Analisis Pola Penggunaan Remitan Migrasi Internasional Secara Produktif dan Konsumtif di Kabupaten Malang”, Jurnal Ketahanan Pangan, Volume 1, Nomor 2, Desember 2017, hlm 6-10. https://www.neliti.com/publications/269657/analisis-pola-penggunaan-remitan-migrasi-internasional-secara-produktif-dan-kons.

Raharto, A., and Noveria, M. (2013). “Advocacy Groups for Indonesian Women Migrant Worker’s Protection”, Jurnal Kependudukan Indonesia, Volume VII, Nomor 1, hlm 1-17. 

Romdiati, H (2012). “Migrasi Tenaga Kerja Indonesia dari Kabupaten Tulungagung: Kecenderungan dan Arah Migrasi, serta Remitansi”. Jurnal Kependudukan Indonesia, Vol. VII, Nomor. 2, hlm 27-53.

Sjaastad, L. A. (1962). ‘The Costs and Return of Human Migration’,. In Investment in Human Beings, 1962, pp 80–93. National Bureau of Economic Research, The University of Chicago Press).

Wahyudi, I., Ida, R., Koesbardiati, T., Kinasih, S.E., dan Murti, D.B. (2022). “Survival Mechanism Pekerja Migran Indonesia Purna Tugas”, Journal of Governance and Administrative Reform, Vol. 3, No. 1, July 2022, hal 1-13 https://e-journal.unair.ac.id/JGAR/index

World Bank. (2017). Indonesia’s Global Workers. Juggling Opportunities & Risks. A World Bank Indonesia Report. Jakarta: World Bank.

Author

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *