Menurunkan Stunting Melalui Gerakan Masyarakat 1000 Hari Pertama Kehidupan6 min read
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 100 Kabupaten/Kota Prioritas Intervensi Anak Kerdil (Stunting) berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013) mengemukakan dalam 3 (tiga) tahun terakhir ini di Indonesia muncul fenomena anak stunting di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami stunting, dan di seluruh dunia, Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar.
Balita pendek (stunting ) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan. Stunting dapat di diagnosis melalui indeks antropometri tinggi badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai. Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Ada bukti jelas bahwa individu yang stunting memiliki tingkat kematian lebih tinggi dari berbagai penyebab dan terjadinya peningkatan penyakit.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 21,6% pada 2022. Angka ini turun 2,8 poin dari tahun 2021. Terdapat 18 provinsi dengan prevalensi balita stunting di atas rata-rata angka nasional. Sisanya, 16 provinsi berada di bawah rata-rata angka stunting nasional. Provinsi yang persentase stuntingnya terendah adalah provinsi Bali (8 persen), disusul Provinsi DKI Jakarta (14,8 persen) dan Provinsi Lampung (15,2 persen).
Ahli Gizi UGM, Prof. Dr. Hamam Hadi mengatakan bahwa “1 dari 3 anak di Indonesia mengalami stunting”. Bahkan, jumlahnya terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. persoalan stunting patut menjadi perhatian untuk segera dituntaskan. Pasalnya, tingginya prevalensi anak stunting telah menempatkan Indonesia ke dalam lima besar dunia masalah stunting. Menurut Hamam Hadi, besarnya angka stunting merupakan masalah yang sangat serius. Sebab, angka itu jauh di atas batas ambang yang diperkenankan di setiap negara yakni sebesar 20 persen.
Tanda dan gejala stunting antara lain berat badan dan panjang badan lahir bisa normal, atau BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) pada keterlambatan tumbuh intra uterine, umumnya tumbuh kelenjarnya tidak sempurna, pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5cm/tahun desimal, pada kecepatan tumbuh tinggi badan < 4cm/ tahun, kemungkinan ada kelainan hormonal, umur tulang (bone age) bisa normal atau terlambat untuk umurnya, dan pertumbuhan tanda tanda pubertas terlambat.
Faktor utama tingginya masalah stunting di Indonesia salah satunya adalah buruknya asupan gizi sejak janin masih dalam kandungan (masa hamil), baru lahir, sampai anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada dua tahun pertama kehidupan dapat menyebabkan kerusakan otak yang tidak dapat lagi diperbaiki.
Investasi gizi pada 1000 hari pertama kehidupan
Fokus pada 1000 hari pertama kehidupan, yang dimulai saat kehamilan hingga anak berusia dua tahun, merupakan periode yang sangat penting dalam pencegahan stunting.
Target pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah menurunkan prevalensi stunting dari status awal 32,9 persen turun menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Perhatikan 1000 Hari Pertama Kehidupan
Untuk mencetak anak Indonesia yang sehat dan cerdas, langkah awal yang paling penting dilakukan adalah pemenuhan gizi pada anak sejak dini, bahkan saat masih di dalam kandungan atau yang dikenal dengan 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). 1000 HPK dimulai sejak dari fase kehamilan (270 hari) hingga anak berusia 2 tahun (730 hari). Seribu hari pertama kehidupan telah disepakati oleh para ahli di seluruh dunia sebagai saat yang terpenting dalam hidup seseorang. Sejak saat perkembangan janin di dalam kandungan, hingga ulang tahun yang kedua menentukan kesehatan dan kecerdasan seseorang. Makanan selama kehamilan dapat mempengaruhi fungsi memori, konsentrasi, pengambilan keputusan, intelektual, mood, dan emosi seorang anak di kemudian hari.
Fase Kehamilan
Pada fase kehamilan, perkembangan janin terjadi di setiap trimester kehamilannya, diantaranya: trimester 1 (minggu 1-12), Pembentukan organ-organ penting (mata, jantung, ginjal, hati, saluran pencernaan, paru-paru, tulang, tangan atau lengan, kaki, dan organ tubuh lainnya), trimester 2 (minggu 13-27), Berat janin mulai bertambah, organ mulai berfungsi, dan trimester 3 (minggu 28-40), Berat janin mulai bertambah dengan pesat, organ mulai matang
Setelah lahir juga tetap harus diperhatikan kebutuhan gizinya karena sebagian organ masih terus berkembang hingga usia 2 tahun, misalnya otak. Perkembangan fungsi melihat, mendengar, berbahasa, dan fungsi kognitif juga mencapai puncaknya pada usia 0-2 tahun.
Janin memiliki sifat plastisitas (fleksibilitas) pada periode perkembangan. Janin akan menyesuaikan diri dengan apa yang terjadi pada ibunya, termasuk apa yang diasup oleh ibunya selama mengandung. Jika nutrisinya kurang, bayi akan mengurangi sel-sel perkembangan tubuhnya. Oleh karena itu, pemenuhan gizi pada anak di 1000 Hari Pertama Kehidupan menjadi sangat penting, sebab jika tidak dipenuhi asupan nutrisinya, maka dampaknya pada perkembangan anak akan bersifat permanen.
Perubahan permanen inilah yang menimbulkan masalah jangka panjang. Mereka yang mengalami kekurangan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan, mempunyai tiga resiko, diantaranya: resiko terjadinya penyakit tidak menular/ kronis, tergantung organ yang terkena. Bila ginjal, maka akan menderita gangguan ginjal, bila pankreas maka akan beresiko penyakit diabetes tipe 2, bila jantung akan beresiko menderita penyakit jantung, bila otak yang terkena maka akan mengalami hambatan pertumbuhan kognitif, sehingga kurang cerdas dan kompetitif, dan gangguan pertumbuhan tinggi badan, sehingga beresiko pendek/stunting .
Keadaan ini ternyata tidak hanya bersifat antar-generasi (dari ibu ke anak) tetapi bersifat trans-generasi (dari nenek ke cucunya). Sehingga diperkirakan dampaknya mempunyai kurun waktu 100 tahun, artinya resiko tersebut berasal dari masalah yang terjadi sekitar 100 tahun yang lalu, dan dampaknya akan berkelanjutan pada 100 tahun berikutnya.
Bayi Usia 0-2 Tahun
Masalah pada periode 730 hari selama pasca kelahiran bayi disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan sikap gizi orangtuanya yang menyebabkan tidak berkualitasnya asupan gizi dan pola asuh yang akan berdampak pada status gizi anak. Hal tersebut dapat dicegah jika ibu memiliki status gizi, kondisi fisik dan kesehatan yang baik. Pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi keseimbangan konsumsi zat gizi yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
Dengan meningkatkan kualitas kesehatan ibu hamil dan anak sejak dalam kandungan akan didapatkan generasi penerus yang lebih produktif sehingga dapat memajukan kualitas generasi muda. Sembilan pesan inti 1000 HPK yaitu: selama hamil, makan makanan beraneka ragam, memeriksa kehamilan 4 x selama kehamilan, minum tablet tambah darah, bayi yang baru lahir Inisiasi Menyusui Dini (IMD), berikan ASI eksklusif selama 6 bulan, timbang BB bayi secara rutin setiap bulan, berikan imunisasi dasar wajib bagi bayi, lanjutkan pemberian ASI hingga berusia 2 tahun, dan berikan MP ASI secara bertahap pada usia 6 bulan dan tetap memberikan ASI
Penulis: Dani Saputra
Editor: Dadang S
Sumber Rujukan :
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 100 Kabupaten/Kota Prioritas Intervensi Anak Kerdil (Stunting), Jakarta, 2017
Novia Akmaliyah, 1000 Hari Pertama Kehidupan untuk Generasi yang Lebih Baik, lagizi.com
Hamam Hadi, 8,8 Juta Anak Indonesia Alami Stunting, https://ugm.ac.id, Cindy Mutia Annur, Daftar Prevalensi Balita Stunting di Indonesia pada 2022, Provinsi Mana Teratas?, https://databoks.katadata.co.id