Dunia Konveksi dan Garmen Kabupaten Bandung di Tengah Pandemi Covid4 min read
Kabupaten Bandung merupakan salah satu produsen pakaian dan tekstil terbesar di Indonesia dengan salah satu sentranya adalah ibu kota kabupaten yaitu Kecamatan Soreang. Produk dari Soreang, terutama di Desa Sadu dan Cebek sebagian besar adalah busana muslim yakni baju gamis sehingga kawasan dikenal sebagai Kampung Gamis. Selain dari Soreang, kegiatan konveksi yang relatif banyak juga terdapat di Kecamatan Kutawaringin (pecahan Kecamatan Soreang), Kecamatan Ketapang, Margaasih, serta Majalaya. Secara umum kegiatan konveksi hampir ada di seluruh kecamatan di Kabupaten Bandung dengan skala produksi dan jumlah usaha konveksi yang berbeda-beda. Berdasarkan wawancara dengan kepala desa di Kampung Gamis, baju gamis dari Soreang ini merupakan salah satu pemasok utama di pasar Tanah Abang Jakarta, Pasar Baru Bandung serta Pasar Tegal Gubug Cirebon.
Badai COVID-19 telah membuat dunia usaha ini sempat berhenti total di awal pandemi, kurang lebih selama lima bulan tidak ada permintaan sama sekali. Namun perlahan, pasar domestik mulai bangkit, kebutuhan akan fashion dalam negeri hidup kembali. Pelan-pelan permintaan produk konveksi mulai datang kembali dan mencapai puncaknya beberapa bulan menjelang Hari raya Idul Fitri tahun 2021. Lebaran 2021 seakan memberikan nafas baru bagi dunia konveksi yang sempat megap-megap karena pandemi. Bahkan saat ini beberapa konveksi sudah hampir berproduksi secara normal.

Sisi menariknya adalah, tidak jauh berbeda dengan krisis ekonomi yang pernah dialami sebelumnya, yakni pada tahun 1997/1998, pasar domestik menjadi juru selamat. Cerita dari narasumber di lapangan menyebutkan, konveksi yang masih bertahan adalah konveksi yang mengerjakan permintaan dalam negeri. Sementara konveksi atau perusahaan garmen yang biasanya mengerjakan produk untuk impor masih belum bisa bangkit karena pintu ekspor masih belum terbuka seperti sedia kala.
Konveksi yang notabene didominasi oleh perusahaan kecil atau UMKM, relatif lebih bertahan dibandingkan dengan perusahaan garmen. Seperti yang diutarakan oleh aparat kecamatan di Kabupaten Bandung, lebih banyak perusahaan garmen yang gulung tikar dibandingkan dengan usaha konveksi (UMKM). Keberadaan langganan tetap dan perputaran modal yang lebih membuat pesanan yang tidak terlalu banyak masih membuat konveksi ini tetap bertahan dan berputar. Selain itu, pasar konveksi atau UMKM lebih untuk domestik dan permintaan hampir selalu ada. Sementara itu, pada beberapa perusahaan besar, pesanan tidak ada namun biaya produksi tetap besar.
Beragam strategi dan cara bertahan yang dilakukan baik pekerja maupun pemilik konveksi atau garmen dalam menghadapi situasi seperti ini. Mulai dari memangkas pengeluaran keluarga yang tidak penting, hingga menggunakan “uang modal” usaha yang seharusnya untuk operasional usaha. Sistem kerja borongan di dunia konveksi membuat tidak ada istilah pemotongan upah dari pemilik ataupun pemutusan hubungan kerja (PHK). Tidak ada pekerjaan otomatis tidak ada uang yang diterima oleh pekerja.

Berbeda kondisinya dengan dunia garmen yang merupakan perusahaan relatif sedang dan besar. Tidak sedikit perusahaan yang memotong gaji karyawannya karena produksi yang menurun drastis, bahkan ada yang sampai benar-benar menutup perusahaannya, seperti yang terjadi di Kecamatan Dayeuhkolot. Terjadi PHK besar-besaran dari dua perusahaan garmen yang gulung tikar. Karyawan dirumahkan sementara atau jam kerja dikurangi, bergiliran dengan karyawan yang lain yang tentu saja berdampak pengurangan pendapatan.
Pada situasi seperti ini sisi kekeluargaan dari dunia usaha ini menjadi kekuatan penting untuk menghadapi kesulitan yang ada. Seperti yang kami temukan di Kampung Gamis ini, hubungan antara pemilik konveksi dengan karyawannya, baik tukang potong maupun penjahit borongannya sangat cair. Permasalahan yang ada sebisa mungkin diselesaikan secara kekeluargaan, seperti pemilik konveksi memberi pinjaman tanpa bunga atau kasbon, serta transparansi kondisi usaha konveksi saat ini. Kondisi pasar dunia konveksi selalu dibicarakan bersama sehingga semua paham akan situasi yang sedang dihadapi bersama saat ini.
Ditulis oleh Luh Kitty Katherina, Puguh Prasetyo Putra, Angga Sisca Rahadian, Andika Baskoro Ajie