Menjaga Tradisi Mudik, Menghindari Risiko Penyebaran COVID-195 min read
Indonesia adalah salah satu negara yang paling terdampak oleh pandemi COVID-19 di Asia Tenggara. Pada tahun 2020, negara ini mengalami lonjakan kasus dan kematian COVID-19 akibat varian Alpha dari virus tersebut, yang menyebabkan dilakukannya berbagai langkah untuk membatasi penyebaran virus, seperti menjaga jarak sosial, memakai masker wajib, membatasi kerumunan dan yang paling ekstrim adalah melaksanakan pembatasan mobilitas yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019.
Meskipun telah dilakukan langkah-langkah tersebut, Indonesia tetap mengalami gelombang kasus dan kematian COVID-19 yang lain pada tahun 2021 akibat varian Delta yang lebih ganas. Sebagai tanggapan, pemerintah kembali melaksanakan berbagai tindakan untuk mengendalikan penyebaran virus, termasuk pembatasan kerumunan dan perjalanan melalui Surat Edaran Nomor 21 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang dalam Negeri pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Aturan pemerintah tersebut mengizinkan adanya mobilitas penduduk namun dengan persyaratan ketat seperti wajib sudah vaksin minimal dosis pertama dan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 3 x 24 jam atau hasil negatif rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1 x 24 jam sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan.
Kebijakan pemerintah pada tahun 2021 tersebut tentunya berdampak pada arus mobilitas penduduk untuk mudik pada momen Idulfitri pada Mei 2021. Walaupun persyaratan cukup banyak, pada tahun tersebut pergerakan penduduk jelang Idulfitri sudah mulai terasa dibandingkan dengan tahun 2020. Kebijakan ini diambil untuk mencegah penyebaran COVID-19 selama liburan Idulfitri.
Pembatasan mudik mempengaruhi perayaan tradisional Idulfitri di Indonesia karena membatasi jutaan orang untuk melakukan perjalanan ke kampung halaman dan merayakan bersama keluarga. Hal ini merupakan perubahan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya, di mana mudik menjadi ritual selama liburan Idulfitri.
Namun pada 2022, saat COVID-19 mulai melandai dan bermutasi menjadi jenis Omicron, perjalanan mudik maupun jenis mobilitas dalam negeri lainnya mulai berangsur normal. Pada saat itu, beberapa wilayah di Jawa dan Bali dikenakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 2-3, sedangkan di luar Jawa diberlakukan PPKM level 1-2 oleh pemerintah. Pada fase ini mobilitas penduduk dilonggarkan dengan prasyarat menjaga prokes dan utamanya sudah mendapatkan vaksin.
Lalu bagaimana dengan mudik Lebaran di 2023?
Tahun ini merupakan tahun yang melegakan bagi sebagian besar penduduk karena kasus COVID-19 sudah jauh berkurang. Bahkan protokol kesehatan seperti penggunaan masker sudah tidak seketat tahun-tahun sebelumnya. Tak jarang ditemui di pusat perbelanjaan, beberapa pengunjung sudah tidak menggunakan masker lagi. Penutupan Wisma Atlet sebagai Rumah Sakit Darurat COVID-19 juga menjadi berita yang melegakan dan menandakan virus Corona sudah tidak lagi mengancam dan mematikan.
Situasi yang tidak lagi diancam oleh COVID-19 mau tak mau mendorong penduduk perantau untuk kembali melakukan mudik di momen Idulfitri. Bahkan, Kementerian Perhubungan memprediksi jumlah pemudik tahun 2023 mencapai angka 123,8 juta orang yang mana merupakan separuh dari penduduk Indonesia. Jumlah yang besar ini tak lain dipicu oleh kerinduan penduduk terhadap kampung halamannya setelah 3 tahun terakhir dibatasi oleh pandemi.
Banyak penduduk yang bergegas meninggalkan tempat tinggal mereka untuk pulang kampung menggunakan berbagai moda transportasi, baik umum seperti pesawat, kereta, dan bus, maupun kendaraan pribadi. Hal ini menyebabkan kemacetan parah di jalan-jalan, terutama pada rute dari Jakarta ke Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Stasiun, bandara, pelabuhan, dan terminal penuh sesak dengan orang-orang yang merindukan kampung halaman mereka dan semua bersuka cita kembali melakukan ritual tahunan jelang hari raya.
Red flag kenaikan COVID-19
Namun demikian, euforia mudik di 2023 agak terganggu dengan adanya kabar bahwa terjadi kenaikan kasus COVID-19 di Jakarta. Menurut informasi yang diberikan oleh Satuan Tugas Penanganan COVID-19, terdapat peningkatan kasus konfirmasi menjadi 944 kasus pada hari 11 April. Hal ini bertambah hingga 50 persen dengan hari sebelumnya, 10 April 2023, di mana hanya terdapat penambahan sebanyak 494 kasus COVID-19.
Kenaikan kasus ini menunjukkan bahwa COVID-19 memang masih ada. Meningkatnya penularan COVID-19 disebabkan oleh interaksi yang tinggi antar masyarakat tanpa penerapan protokol kesehatan secara maksimal. Karena memang tak disangkal lagi, protokol kesehatan di 2023 sudah jauh mengendor jika dibandingkan tahun 2020 dan 2021. Bahkan penduduk sudah beranggapan bahwa COVID-19 sudah seperti penyakit seperti flu dan batuk pilek biasa.
Di beberapa daerah tujuan pemudik seperti Yogyakarta, terjadi peningkatan kasus COVID-19. Pada 18 April, beberapa hari sebelum Idulfitri, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melaporkan penambahan 44 kasus baru yang terkonfirmasi positif COVID-19. Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya mobilitas di Yogyakarta yang mulai dipenuhi oleh pemudik dan wisatawan.
Meskipun pemerintah telah memberlakukan berbagai protokol kesehatan seperti pemeriksaan suhu tubuh, pemakaian masker, dan penerapan jaga jarak di tempat-tempat publik, namun masih terlihat sejumlah pengunjung tidak mematuhi protokol tersebut. Hal ini bisa menjadi penyebab terjadinya peningkatan kasus COVID-19 di daerah tujuan pemudik seperti Yogyakarta. Kondisi ini perlu menjadi perhatian serius agar bisa mengurangi risiko penyebaran COVID-19 di daerah-daerah yang menjadi tujuan mudik.
Antisipasi penyebaran COVID-19 di kampung halaman
Arus mudik yang tidak mungkin dibatalkan membuat kita harus lagi menjaga protokol kesehatan saat bersilaturahmi dengan keluarga di kampung halaman. Silaturahmi atau pertemuan dengan sanak famili dan kerabat memang menjadi tradisi yang penting di Indonesia. Namun, di dengan adanya COVID-19, silaturahmi menjadi tantangan karena risiko penularan yang tinggi. Oleh karena itu, perlu diambil tindakan untuk menjaga silaturahmi tetap aman dan terhindar dari COVID-19.
Dalam melakukan kegiatan silaturahmi di kampung halaman, selain penggunaan masker, kita juga harus menjaga jarak agar dapat menghindari kontak fisik yang berisiko tinggi untuk penularan COVID-19. Dalam kondisi yang sama, kita juga harus memperhatikan kondisi kesehatan diri dan keluarga. Apabila ada anggota keluarga yang sedang sakit, sebaiknya tidak mengadakan kegiatan silaturahmi untuk sementara waktu untuk menghindari risiko penularan virus yang lebih tinggi.
Selain itu, penting untuk memperhatikan kondisi lingkungan tempat tinggal dan aktivitas yang dilakukan saat berkunjung ke kampung halaman. Pastikan lingkungan tempat tinggal yang dikunjungi bersih dan sehat dengan melakukan disinfeksi terhadap benda-benda yang sering disentuh. Hindari pula mengunjungi tempat-tempat keramaian atau yang berpotensi menyebabkan kerumunan orang.
Dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan menjaga kebersihan lingkungan, kita dapat menjaga silaturahmi tetap aman dan terhindar dari penyebaran virus COVID-19. Melalui upaya-upaya ini, kita dapat menikmati momen silaturahmi bersama keluarga dan kerabat dengan tenang dan aman di tengah pandemi yang masih berlangsung.
—-
Inayah Hidayati – Peneliti Mobilitas Penduduk di Pusat Riset Kependudukan BRIN